Mendengar
nama Dieng pasti sudah tidak asing bagi para pengiat wisata. Dieng sendiri terbagi
menjadi dua (2) Dieng Kulon yang masuk Kabupaten Banjarnegara sedangkan, Dieng
Wetan masuk Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Saat itu, cuaca Dieng memang
sedang ekstrem (dingin sekali),
banyak buliran es tampak didaun-daun tanaman saat pagi, sedangkan jika siang
cuaca panas membakar kulit. Bahkan para petani kentang banyak yang merugi karena
cuaca tersebut.
 |
Kompleks Candi Arjuna |
 |
Eko dan Topeng Lengger |
 |
Ibu Menyiapkan Minuman Sesaji |
Kebetulan
saya tinggal di rumah keluarga Pak Slamet yang tak lain ayahnya Eko, sahabat di
Dieng. Saya tinggal disana layaknya keluarga sendiri, bahkan saya dengan Ibunya
Eko sudah diajak keliling Dieng Wetan dan Kulon untuk bersilahtuhrahmi dengan keluarganya.
Keluarga Pak Slamet merupakan keluarga besar penari topeng lengger, dan keluarga inti Pak Slamet
sendiri adalah penari lengger.
Setelah itu, membantu menyiapkan
topeng-topeng, gelas-gelas yang akan dipakai untuk membuat berbagai minuman
sesaji saat pementasan. Selepas Magrib, saya menuju kompleks Candi Arjuna,
sudah pasti udara di luar sangat dingin, tangan ini bergetar ketika mengambil
gambar dan tripod pun tidak berfungsi karena ramainya pengunjung yang akan
menyaksikan tari topeng lengger.
 |
Keramaian pengunjung |
Pak Mujiono kerabat Eko, tinggal
di Dieng Kulon, bersama Paguyuban Kesenian Tari Sri Widodo, sibuk mempersiapkan
pementasan mulai dari mempersiapkan topeng-topeng, sesaji (berupa daun
sirih, mawar, kantil, bangkuang, kelapa muda, jambu, makanan dan lain-lainnya)
dan beberapa gelas minuman. Beginilah persiapan tari topeng lengger sebelum
pementasan, sudah biasa dilakukan dari dulu hingga kini tidak berubah.
Sebelum pementasan Pak Mujiono
ditunjuk sebagai pemimpin, dukun, penari dan pelestari seni tari topeng lengger.
Asal muasal tarian ini berawal dari Kerajaan Kediri dibawah pemerintahan
Prabu Brawijaya, ketika itu Raja Brawijaya yang kehilangan putrinya, Dewi
Sekartaji, mengadakan sayembara untuk memberikan penghargaan bagi siapa pun
yang bisa menemukan sang putri.
Bila pria yang menemukan akan
dijadikan suami sang putri, dan jika wanita maka akan dijadikan saudara.
Sayembara yang dikuti oleh banyak ksatria ini akhirnya tinggal menyisakan dua
peserta yaitu Raden Panji Asmoro Bangun yang menyamar dengan nama Joko Kembang
Kuning dari Kerajaan Jenggala. Satu lagi, Prabu Klono dari Kerajaan Sebrang,
merupakan orang yang menyebabkan sang putri kabur karena sang raja
menjodohkannya.
 |
Gamelan sebagai pengering tari topeng lengger |
Dalam pencarian tersebut, Joko
Kembang Kuning yang disertai pengawalnya menyamar sebagai penari keliling yang
berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain. Lakon penarinya adalah seorang
pria yang memakai topeng dan berpakaian wanita dengan diiringi alat musik
seadanya. Ternyata dalam setiap pementasannya tari ini mendapat sambutan yang
meriah. Sehingga dinamai Lengger, yang berasal dari kata ledek (penari)
dan ger atau geger (ramai atau gempar). Hingga di suatu desa, tari topeng
lengger ini berhasil menarik perhatian Putri Dewi Sekartaji dari
persembunyiannya.
Namun pada saat yang bersamaan
Prabu Klono juga telah mengetahui keberadaan Sang Putri, mengutus kakaknya
Retno Tenggaron yang disertai prajurit wanita untuk melamar Dewi Sekartaji.
Namun lamaran itu ditolak Dewi sehingga terjadilah perkelahian dan Retno
Tenggaron yang dimenangi Sang Putri. Sementara Prabu Klono dan Joko Kembang
Kuning tetap menuntut haknya pada raja. Hingga akhirnya raja memutuskan agar
kedua kontestan itu untuk bertarung. Dalam pertarungan, Joko Kembang Kuning
yang diwakili oleh Ksatria Tawang Alun berhasil menewaskan Prabu Klono. Di
akhir kisah Joko Kembang Kuning dan Dewi Sekartaji menikah dengan pestanya
disemarakkan dengan hiburan tari topeng lengger. Lengger yang pada zaman
Kerajaan Hindu Brawijaya merupakan Ledek Geger (penari yang mengundang
keramaian).
 |
Diiringi tembang Jawa |
 |
Pak Muji |
Tari topeng lengger yang
berasal dari kata “elinga ngger” artinya ingatlah nak. Lengger tersebut
bermakna petuah atau nasehat agar kita selalu ingat kepada Tuhan yang Maha Esa,
dan selalu berbuat baik kepada semua orang.
Sedangkan yang unik dari legenda tarian
ini adalah ketika penari mengalami mendhem atau
kerasukan, dimana
penari seakan berada dalam kondisi diluar sadar dan mulai bertingkah aneh
seperti meniru gerakan monyet atau harimau, makan pecahan kaca, menginjak bara
api, mengupas kelapa dengan gigi, serta aksi kekebalan lainnya tanpa mengalami
rasa sakit.
 |
Penari Wanita |
 |
Eko dan Topeng Lengger |
 |
Mendhem atau kerasukan |
Demikian cerita sedikit tentang kesenian tradisional tari
topeng lengger yang merupakan harmonisasi di kehidupan masyarakat Dieng, yang
masih dipertahankan hingga kini. Dimana era kemajuan yang semakin mengikis kesenian
tradisional. Tari topeng lengger ini wajib dilestarikan karena merupakan sebuah
karya seni yang berasal dari Jawa Tengah, mari kita sama - sama menjaganya. Terima
kasih untuk Keluarga Eko, Pak Mujiono dan Paguyuban Kesenian Tari Lengger Sri
Widodo yang memberi banyak informasi tentang kesenian ini, serta semoga tulisan
ini bermanfaat.
Tulisan
ini diikutsertakan dalam lomba Blog Legenda pariwisata Jawa Tengah 2017 yang
diselengarakan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa
Tengah.
ahh aku belom pernah ke dieng mbak ika. apalagi nonton tari lengger :(
BalasHapusSeru banget Mbak Ika, ikut membantu persiapan menjelang pentas tari nya. Ternyata sesajian sebelum Upacara berlangsung
BalasHapusBundaaaa Evi, iyaaa aku suka ikut mempersiapkan sesaji..jadi bisa tau ritual-ritualnya, makasih bunda dah baca blog acak aduk aku yaaa...:)
Hapuskesana dunk, awal agustus ada DCF tuh gallant pantengin timeline visit Jawa Tengah :)
BalasHapus