Berawal dari masa kecil, sekitar tahun 1992
ketika Bapak memutuskan memindahkan sekolah saya dari Bogor ke Jakarta. Tidak
tinggal dengan orang tua kandung melatih mandiri diusia dini, iyaa tinggal di
rumah Pakde tentu beda aturan dengan orang tua sendiri. Ada aturan-aturan yang
harus saya jalanani dari bangun tidur, mandi, berangkat sekolah, pulang sekolah
harus melakukan apa saja, seperti mengerjakan PR, sore hari mengaji dan selepas mengaji. Saya rajin membaca koran-koran langganan Pakde, ada
Kompas dan sore hari Suara Pembaruan serta setiap minggu ada majalah Intisari,
majalahnya kecil seperti buku komik, namun dari majalah itulah kemudian
terinspirasi dari tokoh Harris Otto Kamil Tanzil atau biasa disingkat “H.O.K
Tanzil”.
![]() |
Keindahan Maurole |
Membaca perjalanan-perjalanan H.O.K Tanzil
dimasa itu, membuat saya berimajinasi suatu waktu bisa
menjelajah seperti kisah yang saya baca. Hingga bercita - cita kelak sudah
besar ingin mengikuti jejaknya. Tidak dipungkiri kehidupan sekarang pun tak
luput peran Bapak saya sendiri yang selalu menginspirasi, beliau sering
mengajak jalan-jalan dengan motor trailnya, jika libur diakhir pekan seperti ke
Cibodas atau melihat kebun-kebun teh di Cipanas. Tidak hanya di Bogor, jika
pulang ke Nganjuk mengunjungi Mbah. Bapak juga selalu mengajak jalan-jalan
denganM mengendarai motor ke air terjun Sedudo atau mengunjungi sanak keluarga yang
tinggal di wilayah lain seperti Trenggalek, Blitar, Malang, Kediri dan tempat
lainnya.
Balik lagi ke perjalanan sebelumnya, tinggal
di kawasan pegunungan membuat hidup terbiasa sederhana, karena untuk menuju sekolah
saja harus berjalan kaki lebih kurang 4 Km setiap harinya, kadang Bapak
menjemput dengan motor trailnya maklum jalanan dari rumah menuju sekolah
tidaklah bagus melewati jalur bebatuan dan sungai. Hingga akhirnya Bapak
memutuskan untuk menitipkan saya di rumah Pakde untuk bersekolah di SD Khatolik
Santa Maria Immaculata. Tidak hidup dengan orang tua
sendiri awalnya membuat saya sedih karena jauh dari kedua orang tua, awalnya
suka nangis, tapi ini adalah titik proses perjalanan yang harus saya jalani,
kalau nasehat Bapak lewat telepon adalah kamu harus dapat pendidikan yang baik
agar cita-cita kamu bisa berkeliling Indonesia dan Dunia tercapai. Kalimat itu
yang selalu teringat dari Bapak.
Nasehat dan support kedua orang tualah yang
bisa membentuk saya dimasa sekarang, dimana saya selalu mendapat izin untuk
naik gunung, bepergian solotraveling kemanapun. Hingga perjalanan suatu hari
tanpa rencana bersama Pras menuju Bali dengan tiket promo sebuah maskapai, lalu
berlanjut ke Labuan Bajo. Saya dan Pras terbiasa melakukan perjalanan tanpa
itinerary semua mengalir bak air, berawal dari duduk-duduk di dermaga Labuan
Bajo sambil mencari informasi kapal berlabuh, hingga mendapat tumpangan kapal
pengangkut kebutuhan pokok KM. Nuansa Abadi R. 20 dari Calabai tujuan akhir
Maumere hampir 27 Jam melewati Reo – Maurole – Palue – Maumere, membuat
perjalanan sangat menyenangkan, berkumpul dengan sesama penumpang dari berbagai
tempat mengajarkan saya akan makna kearifan lokal, menghargai perbedaan serta
bersikap ramah ke siapapun.Di atas KM. Nuansa Abadi saya dan Pras berbincang
dengan warga lokal, aktivitas yang kita lakukan melihat video-video karya rekan
sesama pejalan lalu melihat bersama-sama foto karya Pras diperjalanan
sebelumnya. Jarak tempuh dari dari Labuan Bajo menuju Maumere memang memakan
waktu yang panjang namun saya dan Pras tidak mengalami rasa bosan, sambil
memasak, membaca buku hingga kapal singgah para penumpang dipersilahkan untuk
turun sekedar membeli makanan dan bisa explore tempat sekitar. Ada hal yang
saya baru ketahui ketika menginjakkan kaki di Pelabuhan Reo. Pelabuhan ini
merupakan salah satu pelabuhan penting untuk melayani masyarakat sekitar namun
beberapa wilayah lainnya juga seperti Ruteng, Borong Manggarai Timur.
Hingga setelah melewati Reo perjalanan
dilanjutkan menuju Pulau Palue, butuh waktu sekitar lebih kurang 10 jam
perjalanan untuk tiba di pulau cantik ini. Pulau cantik yang belum lama terkena
musibah meletusnya Gunung Rokatenda ini tetap memiliki keindahan tersendiri
pasca letusan. Gunung yang timbul dari permukaan dasar laut Flores ini memiliki
ketinggian 875 mdpl. Pulau Palue dalam bahasa lokal berarti "Mari
Pulang".
Perjalanan demi perjalanan membuat saya ingin
memperluas langkah dan wawasan dengan mendatangi berbagai tempat ditanah air
bahkan luar negeri. Banyak hal yang saya dapati, untuk melangkah lebih jauh
lagi. Perjalanan yang menjadi impian dimasa mendatang bagi saya adalah
menjelajahi tanah Papua, dan kenapa saya harus kesana??, karena saya ingin
sekali belajar tentang keanekaragaman suku, bahasa, kebudayaan, karya seni,
sejarah dan terpenting ingin berbagi serta turun tangan langsung membantu
adik-adik di Papua untuk belajar bersama sebagai wujud menunaikan janji
kemerdekaan “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Perjalanan yang saya lalui ini,
sebagai titik balik kehidupan untuk berbagi kepada sesama, menghargai dan
mensyukuri karunia Allah SWT.