Jatuh cinta pada pandangan pertama itu yang saya rasakan pada Lasem, entah dari masa
kanak-kanak saya suka sekali dengan bangunan tua, kuburan tua yang bernuansa
vintage dan heritage. Lasem kerap disebut The
Little Beijing Old Town, sebab kota ini mengingatkan saya pada negara tirai
bambu. Tepatnya Oktober tahun lalu, saya melakukan perjalanan bersama 4 orang
kawan dari Jakarta, kami road trip
dengan mobil menuju Lasem. Kamis dinihari tepat pukul 04.00 wib, saya sudah
menunggu Mas Danu, Kak Jane dan Tides di lobby apartment yang dipilih sebagai meeting point.
Tak berapa lama kami berempat berangkat memasuki tol lingkar
luar Jakarta menuju lokasi penjemputan Mas Bram, saya mengambil gawai untuk
memberi kabar Mas Bram bahwa sudah berangkat, namun tidak ada jawaban dan kami
berpikir Mas Bram pasti tertidur kembali. Akhirnya kami menjemput Mas Bram di
rumahnya, benar saja perkiraan kami. Sambil menunggu, kami sarapan nasi uduk yang
ada di depan rumah, dan melanjutkan perjalanan kembali.
Road trip berjalanan lancar, tepat jam 08.30 kami sudah
keluar tol Brebes Timur semua masih istirahat kecuali saya dan Kak Jane. Setiap
diperjalanan saya jarang sekali tidur, senang melihat keadaan sekitar. Singkat
cerita tepat Jam 13.00, kami sudah tiba di Semarang dan memutuskan untuk istirahat,
makan siang dan sholat. Restoran Lombok Ijo yang kami pilih untuk makan, sambil
menunggu Mas Deta yang akan ikut ke Lasem. Jadi, nanti perjalanan kami berenam.
Selepas makan kami melanjutkan perjalanan menuju Lasem,
alhamdulillah perjalanan lancar, namun terjebak macet selama 2 jam di Demak
yang sedang pembangunan jembatan. Melewati Kudus, Pati dan akhirnya lepas
Maghrib kami sudah memasuki Kota Rembang. Kami pun langsung mencari lokasi
hotel yang sudah dibook, yaitu Hotel
Antika. Saya pun langsung check in
dan memasuki kamar, karena badan terasa lelah dan butuh mandi. Kami akan kumpul
lagi tepat jam 20.00 untuk makan malam.
Kabupaten Rembang memang kota kecil, terletak di jalur utara
menuju Tuban hingga Surabaya, Setelah beres mandi, kami sudah lengkap berkumpul
di lobby dan foto-foto kemudian makan malam, ternyata restoran samping hotel
sudah habis dan tutup. Kami pun akhirnya makan bakmi godog didepan hotel sambil
minum kopi diselingi canda tawa. Selepas makan kami beristirahat, karena esok
akan mulai berkeliling dan berjumpa dengan Mbak Agni yang sedang ada penelitian
di Lasem.
Tepat jam 05.00 saya sudah bangun untuk mandi dan sholat
Subuh, selepas itu membangunkan Tides untuk mandi dan sarapan bersama. Tak
berapa lama, gawai berdering terkirim whatssap dari Kak Jane bahwa sudah
menunggu di tempat sarapan, saya pun kemudian menyusul. Setelah semua sarapan,
kami akan menuju Lasem yang berjarak kurang lebih 10 Km dari Rembang. Tujuan
kami adalah ke Karangturi untuk berjumpa dengan Mbak Agni.
Saya mengirim pesan ke Mbak Agni, untuk menanyakan posisi.
Ternyata beliau sedang ada di kedai kopi Jeng Hai yang menurut saya kopi dan
ketan srundengnya juara banget loh. Saya memperkeanlkan Mbak Agni ke kawan-kawan
lainnya. Mbak Agni memberi saya kontak Opa Gandor, yang merupakan narasumber
Klenteng Cu An Kiong dan Rumah Candu. Kemudian saya menelpon Opa dan meminta
izin apakah boleh berkunjung, Opa mengizinkan dan saya diminta menunggu di
kedai kemudian nanti sama-sama menuju klenteng.
Klenteng Cu An Kiong yang berarti “Kententraman welas kasih”, merupakan klenteng tertua di Lasem.
Klenteng ini dibangun sekitar abad ke 16, ketika orang-orang Tionghoa datang
dan mendarat di sungai Babagan, Lasem pada abad ke 15. Material yang digunakan
untuk membangun klenteng adalah kayu jati yang saat itu kawasan Lasem banyak
tumbuh pohon jati. Tak ada yang berubah dari bangunan klenteng semua masih
sesuai dengan aslinya menurut Opa Gandor.
Beranjak dari klenteng Cu An Kiong, kami menuju Rumah Candu
yang letaknya tidak jauh. Tiba di rumah dengan pintu berwarna kuning ini punya
sensasi yang berbeda, saya dan kawan-kawan kemudian mendengarkan cerita dari
Opa Gandor. Lawang Ombo atau rumah candu dibangun sekitar 1860-an untuk dijadikan
tempat tinggal. Pemiliknya adalah orang Tiongkok bernama Liem Kok Sing yang
merupakan saudagar sukses di Lasem.
Lawang Ombo berada di desa Dasun, Kecamatan Lasem dan
terletak tak jauh dari sungai Babagan. Pada masa lalu, candu adalah salah satu
komoditas dagangan yang dinikmati selain rempah-rempah. Disalah satu sudut
bangunan Lawang Ombo terdapat sumur berdiameter 70 sentimeter didalamnya
terdapat genangan air yang merupakan jalur utama penyelendupan.
Lepas berkeliling Lawang Ombo, kami pun melanjutkan
perjalanan menuju rumah tegel diantar oleh Opa Gandor. Lasem bagi saya dan
kawan-kawan merupakan gambaran masa lalu yang memiliki makna mendalam di masa
kini. Pejalananan saya dan kawan-kawan menjelajah Lasem akan berlanjut dipart berikutnya.