Kamis, 03 September 2015

Kampung Bena Peninggalan Megalitik di Kaki Gunung Inerie



Kampung Bena adalah kampung tradisional  peninggalan megalitikum yang terletak di Desa Tiwuriwu kecamatan Aimere Kabupaten Ngada Nusa Tenggara Timur, untuk mencapai kesini bisa rental motor dari penginapan tarif Rp. 75.000,-/ 12 jam atau naik ojek dan ditunggu sekitar Rp. 50.000,-. Sewaktu di Bajawa saya menginap di hotel korina merupakan hotel sederhana tapi pelayanannya jauh dari sederhana. Tarif yang diberikan cukup terjangkau antara Rp.100.000,- s.d Rp.200.000,-/malam. Letaknya terdapat di Jalan Ahmad Yani, Telp. : 0384 21162, karena tiba sudah sore aku pesan ke receptionist untuk rental motor esok harinya karena  ingin ke Desa Bena, tempat pembuatan kopi KSU Famasa dan jalan – jalan ke pasar Bajawa.



Tepat jam 7 (tujuh) pagi motor sudah siap dengan 1 helm hehehe…:D mulai deh berangkat sendirian ke Desa Bena jaraknya sekitar 19 Km dari Bajawa dengan jalan berliku – liku dan sesekali berhenti bertanya pada warga sekitar, maklum lupa jalurnya, Alhamdulillah akhirnya sudah mulai telihat gunung Inerie itu pertanda Desa Bena sudah dekat.
Ketika tiba dan mengisi buku tamu, ternyata hari ini ada upacara adat kenduri atau sembelih kerbau dengan sekali tebas oleh algojo yang akan dipersembahkan kepada leluhur yang telah meninggal. Karena upacara akan dilaksanakan siang hari aku izin dulu berjalan – jalan ke atas dan bertemu dengan mama Vero yang sedang menenun kain. Penduduk desa Bena merupakan suku Bajawa yang beragama Khatolik  namun sesekali masih mengadakan persembahan untuk dewa Yeta bertempat di Gunung Inerie yang di percaya melindungi desa mereka, mayoritas penduduk kampung ini bekerja di ladang sedangkan perempuannya menenun.
Kampung ini terdiri kurang lebih 40 rumah dan memanjang dari utara – selatan dengan pintu masuk disebelah utara, ditengah perkampungan ini banyak terdapat beberapa peninggalan megatilitikum seperti bhaga dan ngadhu, bangunan bhaga mirip dengan pondok kecil (tanpa penghuni), sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh untuk tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantung hewan kurban ketika pesta adat.
Arsitek perkampungan ini belum sama sekali tersentuh kemajuan teknologi, karena penduduk disini masih memegang teguh adat peninggalan leluhur mereka. Bentuk bangunannya pun tidak hanya untuk hunian semata, namun memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini dalam pengelolaan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. Masyarakat bena sangat menjunjung tinggi gotong royong, kerjasama,  dan kerja keras.



Setelah selesai berbincang dengan mama Vero aku izin untuk melihat upacara kenduri akan dimulai, aku penasaran ingin melihatnya walau hati ini menolak karena biasanya suka lemas kalau lihat darah mengalir..:), kerbau diikat dan dipotong dengan sekali tebas oleh algojo. Ternyata algojo yang bertugas ini harus melakukan ritual dahulu sebelum pemotongan, konon dipercaya kalau sampai salah berarti tidak mendapat izin Dewa Yeta yang bersinggasana di gunung Inerie. Selepas dilakukan pemotongan kerbau, pihak keluarga yang melakukaan ritual  kenduri mengambil darah kerbau tersebut untuk dibalurkan di ngadhu sebagai persembahan untuk para leluhur yang sudah meninggal. Selesai membalurkan darah kerbau tersebut kerbau dikuliti dan dimasak secara gotong royong untuk dibagikan keseluruh keluarga dan masyarakat. Banyak hal yang aku dapat saat berkunjung di desa ini dimana jiwa gotong royong masih di pegang teguh. Setelah selesai melihat upacara kenduri  dan membantu para mama memasak, setelah itu aku kembali ke mama Vero untuk izin kembali ke Bajawa.



Sesampainya di Bajawa kusempatkan main ke pasar tradisional dengan uang Rp. 10.000,-  sudah dapat pisang dan buah nona, lumayan buat cemilan di kamar, yang aku suka dari main di pasar ini,  karena interaksi penjual dan pembeli yang terkenal senang berbincang-bincang dengan keramahannya. Ada beberapa transportasi menuju Bajawa baik dari Ruteng maupun Ende pelabuhan laut Aimere. Terima kasih untuk mama Vero dan para warga Bena yang sudah menyambut begitu baik.

Tips Menuju Desa Bena :
1.      Penerbangan Kupang – Bajawa ada (setiap hari) Bandara El Tari Kupang Telp : +62 380 822 555 website www.trannusa.co.id
2.      Hotel Korina Jalan Ahmad Yani Telp : +62 384 21162 tarif Rp. 100.000,- s.d Rp. 200.000,-/malam
3.      Perjalanan dari Ruteng – Bajawa ditempuh selama kurang lebih tiga jam aku naik travel avanza dengan tariff Rp. 25.000,-/orang
4.      Transportasi selama di Bajawa bisa menyewa motor Rp. 75.000,-/hari atau minta diantar ojek harga bisa di negoisasi.
5.      Tempat makan ada Lucas restaurant di Jl. Ahmad Yani Bajawa tak jauh dari hotel korina dan banyak lagi makan-makanan seperti soto disekitar pasar Bajawa
6.      Harga yang tertera di atas adalah harga pada April 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Petualangan Dari Sudut Pandang - Ika Soewadji -

  Tidak Menyangkal era perkembangan jaman saat ini, memudahkan aku sebagai pejalan untuk melakukan petualangan. Berpetualang bagi aku prib...