Jumat, 29 Mei 2015

Jalan-Jalan ke Ranah Minang yang unik

Lembah Anai Sumatera Barat
Air Terjun Lembah Anai Sumatera Barat
Perjalananku ke Minangkabau kali ini tanpa rencana, bermodal tiket promo sebuah penerbangan asing PP Rp. 60.000,- aku pergi meninggalkan ibukota Jakarta berdua dengan sahabat cojack namanya. Kami berangkat meninggalkan Jakarta first flight dan tiba di Minangkabau Internasional pukul 07.10 menit sudah mendarat, antara nyata dan tidak akhirnya sampai juga ke Ranah Minang, kota sejuta pesona buatku.
Baru tiba saja sudah berdetak kagum dalam hati, adakah surprise-surprise yang lain tempat nan indah pikirku saat itu, sambil berjalan keluar bandara yang diselingi rintik hujan kami mencari travel untuk Bukittinggi. Pas saja begitu keluar banyak sekali yang menawari kami travel dengan berbagai variasi harga, dan akhirnya kami memutuskan naik travel dengan harga paling rendah Rp. 50.000,-/orang dengan tujuan Sungai Tanang rumah salah satu teman.
Perjalanan yang lumayan dari bandara menuju ke Sungai Tanang sekitar 2 jam, walau lelah dan kantuk mendera tapi aku berusaha untuk tidak tidur melihat pemandangan sekitar nan indah, niscaya kamu akan menikmatinya melihat ngarai-ngarai, hamparan sawah dan udara yang sejuk.Tak berapa lama kemudian melewati Lembah Anai nan indah ada air terjun ditengah jalan, kemudian rel kereta yang kalau kamu lihat unik ada 3 relnya, kenapa ada 3 rel untuk menahan beban kereta saat mendaki.
Rel Kereta Api Lembah Anai menuju Padang Panjang
Rel Kereta Api Lembah Anai menuju Padang Panjang
Rel Kereta Api Padang Panjang
Jembatan Rel Kereta Api Padang Panjang
Selamat Datang di Padang Panjang
Selamat Datang di Padang Panjang
Setelah 2 jam perjalanan akhirnya kami turun dipertigaan Sungai Tanang, tepatnya didepan pasar sambil menunggu dijemput oleh seorang teman, kami jalan-jalan ke dalam pasar tak lama temanpun datang Moomba namanya dia menjemput kami satu persatu menuju rumahnya. Ketika tiba dirumahnya aku sedikit kaget rumahnya panggung, dengan latar Gunung Marapi, perkebunan sayur, kolam ikan dan udara yang sejuk. Sejenak ingin melepas lelah menaruh ransel sambil berbincang dengan Ibu dan keluarga sang teman. Karena tiba-tiba hujan kami pun jadi malas keluar rumah, akhirnya kuputuskan ke Jam Gadang esok hari saja dan cojack setuju. kami berjalan-jalan disekitar Nagari Sungai Tanang.
Nagari Sungai Tanang
Nagari Sungai Tanang
Esok harinya kami baru melanjutkan perjalanan ke Jam Gadang dengan angkot sekitar 10 menit dengan membayar ongkos Rp. 2.500,-/orang kami diturunkan dilapangan kantin lanjut jalan kaki menuju Jam Gadang.
Jam Gadang Bukittinggi Sumbar
Jam Gadang Bukittinggi Sumbar
Dari  Jam Gadang kita bisa berjalan kaki menuju, Taman Panorama, Ngarai Sianok, Lobang Jepang, Janjang Koto Gadang, Jembatan Limpapeh dllnya.
Es Cendol Durian Buittinggi
Es Cendol Durian Buittinggi
Nasi Kapau Uni Lis wajib di coba jika ke Bukittinggi
Nasi Kapau Uni Lis wajib di coba jika ke Bukittinggi
Gulai Tambusu khas Nasi Kapau Uni Lis
Gulai Tambusu khas Nasi Kapau Uni Lis
Tempat wisata di Bukittinggi jaraknya berdekatan sehingga bisa dengan jalan kaki, disamping Jam Gadang ada Plaza Bukittinggi, Istana Bung Hatta, hamparan pedagang es cendol durian, nasi kapau Uni Lis yang ada di pasar atas tapi tanya dulu ya jika ingin makan nasi kapau ini harga plus teh manis Rp. 45.000,- dan lain-lainnya. Setelah puas di Jam Gadang, kami lanjut menuju Taman Panorama, Lobang Jepang dan Ngarai Sianok.
Lobang Jepang
Lobang Jepang
Tiket masuk Taman Panorama Rp. 2.000,-/orang dan Lobang Jepang Rp. 6.000,-/orang jika ingin memasuki Lobang Jepang bisa dengan guide (jasa guide bisa nego), untuk memasuki Lobang Jepang kita akan turun tangga sekitar 120 anak tangga hmmm lumayan pikirku, akhirnya dibantu guide kami mendapat penjelasan detail tentang Lobang Jepang ada tempat amunisi, ada dapur pembantaian. Lobang Jepang ini memiliki tinggi sekitar 3 meter dan menembus ke Sungai di bawah Ngarai Sianok.
Monyet Ekor Panjang banyak ditemuai di Taman Panorama
Monyet Ekor Panjang banyak ditemuai di Taman Panorama
Ngarai Sianok
Ngarai Sianok
Janjang Saribu atau Great Wall Koto Gadang Bukittinggi
Janjang Saribu atau Great Wall Koto Gadang Bukittinggi
Jembatan Gantung Janjang Saribu
Jembatan Gantung Janjang Saribu
Selepas berkelililng di Ngarai Sianok, kami melihat jembatan yang asik jika ditelusuri yaitu janjang saribu atau saya bilang tembok china mini versi Indonesia, ketika kami tiba tampak dalam penyelesaian pembangunan janjang ini, karena 2 hari kedepan akan diresmikan oleh Pak Tifatul Sembiring. Jadi ketika kami datang janjang ini belum selesai, masih di cat dan lain-lainya. Setelah puas berkeliling janjang kami tiba di Nagari Koto Gadang, unik disini penghasil perak seperti di Kota Gede kalau di Jogja, rumah-rumah disini juga unik.
di Janjang ini terdapat seribu tangga, jadi siapkan langkahmu..
di Janjang ini terdapat seribu tangga, jadi siapkan langkahmu..
Janjang Kota Gadang lagi di cat..
Janjang Kota Gadang lagi di cat..
Rumah Adat di Koto Gadang
Rumah Adat di Koto Gadang
Jembatan Limpapeh Bukittinggi
Jembatan Limpapeh Bukittinggi
Setelah puas berkeliling Bukittinggi, akhirnya kami santai menikmati malam di sekitaran Jam Gadang hingga larut malam, sehingga sudah tidak ada kendaraan umum untuk pulang dan kami putuskan pulang dengan jalan kaki. Karena perjalanan masih panjang sesampainya dirumah kami langsung istirahat, karena pagi kami akan melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh. Saya bangun jam 05.30  pagi lanjut mandi dan berkemas demikian juga dengan cojack lanjut sarapan dan pamit pada keluarga teman.
Selepas pamit kami lanjut jalan kaki mencari angkot sampai pasar dilanjutkan dengan Elf bertuliskan “Ayah” yang akan mengantar kami hingga Payakumbuh tarif Rp. 15.000,-/orang, perjalan sekitar 1.5 jam saya lanjutkan dengan tidur lumayan pikirku, sesampainya di terminal Payakumbuh Uda supir bertanya pada kami “turun dimana” kami jawab ingin ke Harau, dengan baiknya Uda mengantar kami hingga pertigaan Harau padahal harusnya Elf hanya sampai terminal. Setelah sampai Harau kami langsung naik bentor menuju Harau dengan tarif Rp. 10.000,-/ berdua. Masih bertanya dalam hati kiri dan kanan tampak sawah dan ngarai – ngarai nan indah “subhannallah”, udara sejuk dan bisa berdiri diantara tebing-tebing terjal surga para pemanjat.
Lembah Harau
Lembah Harau
Air Terjun Lembah Harau
Air Terjun Lembah Harau
Hamparan sawah dilihat dari Ngalau Indah Payakumbuh
Air Terjun Ngalau Amin Lembah Harau
Air Terjun dua Lembah Harau
Air Terjun dua Lembah Harau
Setelah puas bermain di air terjun, saya mampir ke sebuah penginapan di Lembah Harau namanya Lembah Echo homestay yang lokasinya di tengah-tengah lembah, tempatnya yang sejuk hingga asik buat berleha-leha. Ketika itu rekan saya memperkenalkan dengan sang pemilik Pak Eka. Terdapat berbagai tipe kamar yang bisa disesuaikan hingga untuk kalangan ransel seperti saya.
Ini salah satu tipe kamar yang ada di Lembah Echo
Ini salah satu tipe kamar yang ada di Lembah Echo
Selepas dari Harau, saya melanjutkan perjalanan ke Ngalau indah (Ngalau itu artinya Goa dalam bahasa Minang), dengan berjalan sekitar 2 Km kami tiba disebuah bukit yang ternyata di dalamnya terdapat goa dan banyak sekali kelelawar disini.
Hamparan sawah dilihat dari Ngalau Indah Payakumbuh
Hamparan sawah dilihat dari Ngalau Indah Payakumbuh
Ngalau Indah
Ngalau Indah
Batu Ibu Menangis yang terdapat di dalam Ngalau Indah Payakumbuh
Batu Ibu Menangis yang terdapat di dalam Ngalau Indah Payakumbuh
Bebaatuan di dalam Ngalau Indah
Bebatuan di dalam Ngalau Indah
Dengan naik turun tangga, saya kagum dengan goa nan indah ini tetapi hanya saja kurang pengelolaan, bayangkan diantara barisan bukit terdapat goa seperti ini. Setelah itu kami beranjak menaiki puncak bukit
melihat pemandangan Payakumbuh. Sambil pulang jangan lupa coba rasakan kue bika bakar khas Payakumbuh ada dipinggir jalan ketika menuju Harau, kue ini enaknya di makan hangat-hangat terbuat dari tepung beras yang dicampur kelapa dibungkus daun dan dibakar diatas sabut kelapa rasanya nikmat dan gurih.
Kue Bika Bakar khas Payakumbuh, kue ini bisa dibeli dipinggir sawah jika menuju Harau
Kue Bika Bakar khas Payakumbuh, kue ini bisa dibeli dipinggir sawah jika menuju Harau
Setelah puas main di Harau kami lanjutkan perjalanan menuju Kelok 9, dengan motor skupi saya melihat pemandangan bukit barisan yang berjejer rapi dan udara yang sejuk. Jika ingin ke kelok 9 hendaknya berhati-hati karena jalan yang licin sering hujan, berlubang dan berkelok-kelok.
Jembatan kelok 9 diantara ngarai-ngarai Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Jembatan kelok 9 diantara ngarai-ngarai Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Jembatan Kelok 9 Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Jembatan Kelok 9 Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Kelok 9 dilihat dari atas jembatan 6
Kelok 9 dilihat dari atas jembatan 6
Selepas menikmati kelok 9 yang indah, kami lanjutkan perjalanan menuju rumah salah satu sahabat pejalan untuk istirahat, kareno keesokannya kami akan melanjutkan perjalanan ke Koto Tinggi tempat PDRI dan rumah Tan Malaka, dari Kota Payakumbuh sekitar 38 Km. Dengan naik motor kami menuju kediaman Tan Malaka.
Foto Tan Malaka dikediaman beliau di Nagari Pandam Gadang Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Foto Tan Malaka yang saya ambil dari kediaman beliau di Nagari Pandam Gadang Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Silsilah Keluarga Tan Malaka
Silsilah Keluarga Tan Malaka
Ketika kami tiba, tidak ada yang menjadi rumah gadang ini hanya ada anak-anak yang menemani kami, disekitar kediaman Tan Malaka terdapat surau dan kolam ikan, sedang didalam rumah gadang tersebut ada koleksi foto-foto Tan Malaka, buku-buku karya beliau, talempong, kursi tamu, tempat tidur dan silsilah keluarga Tan Malaka. Setelah dari rumah Tan Malaka kami lanjutkan perjalanan ke Koto Tinggi tempat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 18 Desember 1948 – 06 Juli 1949. Tersentuh juga ketika saya melihat tempatnya kurang diperhatikan, padahal tempat ini sangat mempunyai nilai sejarah yang teramat penting bagi kelangsungan NKRI hingga kini, bukankah kita harus menjaga sejarah bangsa ini.
Tugu Bela Negara PDRI 17 Agustus 1949 Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat
Tugu Bela Negara PDRI 17 Agustus 1949 Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat
Kami berjumpa dengan Pak Husni, sebagai penjaga dan saksi hidup peristiwa PDRI pada tahun 1949, Kami banyak berbincang tentang PDRI. Selepas itu kami lanjutkan perjalanan ke Koto Kaciak ke Tugu amanat Presiden dan Wapres dan  Museum PDRI.
Tugu Amanat Presiden dan Wapres PDRI 1949 Koto Kaciak Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Tugu Amanat Presiden dan Wapres PDRI 1949 Koto Kaciak Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Amanat Presiden dan Wapres RI di Tugu PDRI Koto Kaciak Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Bunyi Amanat Presiden dan Wapres RI di Tugu PDRI Koto Kaciak Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Syafrudin Prawiranegara salah satu tokoh PDRI 1949
Syafrudin Prawiranegara salah satu tokoh PDRI 1949
Dalam setiap perjalan saya tidak hanya menikmati keindahan alam saja, melainkan kuliner, budaya, sejarah dan kearifan lokal masyarakat setempat juga. Setelah puas keliling Nagari Pandam Gadang, Koto Tinggi, Koto Kaciak kami pulang ke Payakumbuh kembali ke rumah salah satu rekan pejalan juga, sesampainya di rumah saya ingin istirahat, tapi tak berapa lama ada sms masuk dari salah satu rekan team 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV yang sedang di Payakumbuh, tak menolak ajakan berjumpa kami bertiga langsung mandi dan bergegas menuju Rumah Gadang yang dimaksud kami ikutan Makan Bajamba dan Ngerandai bareng seru loh. Jangan kaget seperti saya ketika datang diundang makan bajamba, lauknya macam-macam seperti direstoran Padang tapi ada yang khas dari makan bajamba ini ada rendang, gulai patin, sayur nangka, lalapan daun singkong rebus, kuenya batia sejenis renginang tapi manis dllnya saya lupa saking banyaknya di depan saya. Makan Bajamba di dahulu pantun dulu baru dipersilahkan makan, selepas makan kami lanjut menyaksikan kesenian Randai yang dimainkan sekitar 14 orang tokoh diiringi musik talempong kerenlah pokoknya, kalian musti datang dan nikmati kalau datang ke Ranah Minang.
Foto Bersama Team 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV dan Uni Reno Penulis Buku Rendang Traveller
Foto Bersama Team 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV, Traveller Kaskus, dan Uni Reno Andam Suri Penulis Buku Rendang Traveller
Tokoh Bundo Kanduang di Kesenian Randai Payakumbuh Sumbar
Tokoh Bundo Kanduang di Kesenian Randai Payakumbuh Sumbar
Musik Talempong dimainkan dalam acara Kesenian Randai Payakumbuh Sumbar
Musik Talempong dimainkan dalam acara Kesenian Randai Payakumbuh Sumbar
Setelah puas melihat ngerandai dan makan bajamba kami bertiga pamit pulang, kepada tuan rumah, team 100HariKelilingIndonesia, sukses buat semuanya. Kami lanjut pulang untuk beristirahat karena saya akan melanjutkan perjalanan ke Sawahlunto.
Saya sudah pesan ke rekan seperjalanan untuk bangun pagi karena perjalanan masih panjang, setelah mandi dan berkemas kami pamit ke Ibu rekan saya lanjut diantar ke terminal Payakumbuh. Menuju Sawahlunto ternyata tidak ada angkot yang langsung akhirnya kami nyambung dari Batusangkar ongkosnya Elfnya Rp. 8.000/orang. Setelah sampai diterminal Batusangkar, rekan saya bilang mampir ke Pagaruyub yuk, akhirnya saya iyakan saja dan letaknya memang tidak jauh dari terminal ini naik ojek Rp. 8.000/orang.

Istana Pagaruyub Batusangkar Sumatera Barat
Istana Pagaruyub Batusangkar Sumatera Barat
Setelah puas berfoto di istana replika ketiga, peninggalan masa kejayaan Adityawarman. Kami melanjutkan perjalanan ke Sawahlunto, karena tidak ada kendaraan umum kami lanjut dengan jalan kaki menuju pertigaan yang dimaksud oleh orang-orang sekitar yang kami tanya. Tapi tak lama ada ojek yang mengantar kami ke pertigaan tersebut, lama sekitar 1 jam tak kunjung datang ELF tujuan Sawahlunto hampir saya putus asa, sampai uda yang antar kami datang kembali untuk mengecek kami sudah naik Elf atau belum, tapi sekitar 15 menit kemudian Elf yang ditunggu datang juga kami pamit sama si Uda.
2 (dua) jam perjalanan akhirnya kami sampai di Sawahlunto dengan tarif Rp. 15.000,-/orang, wah terminalnya kecil terpampang peta wisata disamping terminal, sambil makan es krim aku bertanya dimana penginapan ternyata tak jauh kami menginap di Laura Hostel dengan tarif Rp. 100.000,-/malam buat berdua dapat sarapan pagi. Karena kami berdua laki dan perempuan kami sewa kamar bersebelahan (karena di Minang tidak boleh boleh laki perempuan dalam satu kamar kalau bukan muhrim loh).

Kata Sawahlunto dimalam diantara barisan bukit Sumatera Barat
Kata Sawahlunto dimalam hari diantara barisan bukit Sumatera Barat
Salah satu Koleksi Foto di Museum Mak Itam Sawahlunto Sumatera Barat
Salah satu Koleksi Foto di Museum Mak Itam Sawahlunto Sumatera Barat
Beberapa koleksi perkeretaapian di Museum yang sudah berusia ratusan tahun..
Beberapa koleksi perkeretaapian di Museum yang sudah berusia ratusan tahun..
Di Sawahlunto terdapat banyak tempat yang bisa dikunjungi, ada Museum Kereta Api ke 2 di Indonesia dengan koleksi Mak Itamnya, Taman kebudayaan, Goedang Ransoem, Lobang Mbah Soero, Makam M. Yamin dan lain-lainya, tempat wisata disini tidak jauh-jauh semua bisa ditempuh dengan jalan kaki kecuali makam M. Yamin yang masih berjarak 16 km dari Sawahlunto. Setelah puas jalan-jalan kami lanjutkan kembali ke penginapan untuk istirahat dan menikmati malam di Sawahlunto. Keesokan harinya kami sudah siap melanjutkan perjalanan ke Padang, bisa di tempuh sekitar 4 jam. Sambil menikmati perjalanan kami selingi untuk beristirahat karena sesampainya di Padang kami masih akan jalan-jalan ke tempat lain. Setengah perjalanan saya sms salah satu rekan pejalan yang tinggal di Padang, untuk sekedar memberi kabar kalau sedang di Minangkabau, kami ditawari untuk mampir ke base camp Backpacker Padang Comunnity akhirnya sesampainya di kota Padang saya langsung telp dimana keberadaan base camp tersebut, hasil tanya – tanya ternyata masih jauh dari saya turun travel masih lanjut angkot 2 (dua) kali lagi, kami naik angkot menuju Pasarraya dengan ongkos Rp. 2.000,-/orang, lanjut ke Ulak Karang deket Universitas Bung Hatta dengan ongkos Rp. 3.000,-/orang sesampainya di halte rekan saya sudah menunggu. Akhirnya kami tiba di base camp disambut oleh Bang Riko Pak Dosen yang super kiler kalo di kampus tapi aslinya tidak sih. Cerita panjang lebar akhirnya saya, Cojack, Bernard rekan saya mengajak jalan ke Museum Adityawarman, Jembatan Siti Nurbaya, Simpang Kinol yang terkenal dengan es durian ganti nan lamo (wajib kalau kamu ke Padang), Pecinan Padang, Pelabuhan Muaro untuk menikmati senja diatas di Jembatan, tak lupa beli oleh-oleh di Jalan Nipah.
Jembatan Siti Nurbaya yang menjadi legenda di Padang Sumatera Barat
Jembatan Siti Nurbaya yang menjadi legenda di Padang Sumatera Barat
Jembatan Siti Nurbaya tampak dari atas Padang Sumatera Barat
Jembatan Siti Nurbaya tampak dari atas Padang Sumatera Barat
Sekembalinya ke Padang keesokan harinya kami berangkat ke Painan sekitar 2,5 jam ditengah perjalanan kami diberi pemandangan lautan pesisir dan tebing-tebing yang indah, kedatangan kami ke Painan untuk menikmati air terjun 7 tingkat, konon yang tingkat ke 6 dan 7 harus wall climbing. Setelah sampai Painan kuberi kabar ke Bang Riko bahwa kami sudah sampai. Menuju Air terjun 7 Tingkat Timbulun kami melakukan trekking sekitar 1 Km melewati perkebunan coklat, menyebrangi sungai dengan pemandangan air terjun tingkat 3, berhati-hati jika menyebrang lumayan arusnya dan berpenganglah sekitar sedengkul kalau saya, tetapi setelah itu kamu akan disuguhi pemandangan air terjun nan indah serasa milik pribadi loh hehehe.., saya hanya duduk santai menikmati sedang yang lain sibuk memotret dan berenang.
Pelabuhan Muaro dilihat dari atas Jembatan Siti Nurbaya Padang Sumatera Barat
Pelabuhan Muaro dilihat dari atas Jembatan Siti Nurbaya Padang Sumatera Barat
Air Terjun Timbulun Tingkat 4 Painan Sumatera Barat
Air Terjun Timbulun Tingkat 4 Painan Sumatera Barat
Derasnya air terjun Timbulun Painan Sumatera Barat
Derasnya air terjun Timbulun Painan Sumatera Barat
Sekembali dari bermain air terjun kami lanjut ke Langkisau, Pantai Painan dan menyebarang ke Pulau Cingkuak dengan menyebrang bayar Rp. 7.000,-/orang PP. Di Puncak Langkisau kami menikmati sunset indah dan melihat Samudera Hindia dari atas bukit.
IMG_4115
Puas berjalan-jalan di Painan kami mampir disalah satu rekan, Andes namanya numpang mandi, dan minum teh lanjut pulang ke Padang, karena perjalanan masih menuju Puncang Lawang melihat keindahan Danau Maninjau tiket masuk disini Rp. 5.000,-/orang dari atas puncak. Dilanjutkan ke Pariaman kampung salah sahabat saya disini saya tidak hanya menikmati makan khas bernama Sala Ketupat, tapi keindahan Pulau Angsa Duo yang masih asri menuju kesini bisa naik transportasi speedboat harga Rp. 30.000,- PP tinggal pesan untuk dijemput jam berapa.

Senja di Puncak Langkisau Painan Sumatera Barat
Senja di Puncak Langkisau Painan Sumatera Barat
Pulau Angsa Duo Pariaman Sumatera Barat
Pulau Angsa Duo Pariaman Sumatera Barat
Danau Maninjau dilihat dari Puncak Lawang Sumatera Barat
Danau Maninjau dilihat dari Puncak Lawang Sumatera Barat
Akhir perjalanan, saya diantar sahabat pejalan menuju Bandara International Minangkabau untuk melanjutkan pulang ke Jakarta.
Terima kasih buat seluruh rekan-rekan pejalan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu  sudah direpotkan menjadi tempat menginap dan mengantar gratis hehe..:D, Ranah Minang saya akan tetap kembali kesana, untuk menikmati keindahan alam, budaya, sejarah dan kuliner yang selalu memanjakan lidah.

3 komentar:

  1. Keren kk pengalaman jlan2 ke sumbar nya.. oya, boleh koreksi sedikit? Nama istana nya itu istana pagaruyung / istana pagaruyuang.. bukan pagaruyub kk.. :) udah pernah mampir ke pulau sikuai, pagang, pamutusan dan pasumpahan? Di sana juga cakep badai.. :D

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas koreksinya, insya allah saya bakal datang lagi berkunjung ke Sumbar...:)

    BalasHapus

Petualangan Dari Sudut Pandang - Ika Soewadji -

  Tidak Menyangkal era perkembangan jaman saat ini, memudahkan aku sebagai pejalan untuk melakukan petualangan. Berpetualang bagi aku prib...